Anak muda Gen Z dan milenial belakangan ini pusing dengan urusan beli rumah. Di satu sisi tentu terbersit keinginan untuk memiliki hunian sendiri. Entah untuk investasi ataupun ditinggali.
Namun, perubahan gaya hidup dan teknologi digital masa kini tentu sudah banyak mempengaruhi mindset generasi ini yang berbeda dari orang tua mereka. Salah satu survei menunjukkan kalau 81 juta anak muda tidak punya rumah sendiri.
Beberapa menteri seperti Menteri Keuangan dan Menteri BUMN pernah menyentil gaya hidup anak muda agar lebih terkendali, termasuk di antaranya menekan biaya konsumtif dan jajan kopi. Hal ini pun mendapat respon balik yang cukup kritis dari para generasi muda tersebut.
Perspektif karir dan finansial yang belum stabil
Tak memungkiri bahwa kondisi demikian ini terpengaruh juga oleh kondisi yang lebih besar, seperti perekonomian masyarakat secara luas yang memang belum stabil. Apalagi pasca pandemi mengubah banyak aspek kehidupan seperti perspektif tentang karir, masa depan, serta mempertimbangkan prioritas hidup.
Terutama kalangan generasi milenial dan gen Z yang saat ini mengalami gradasi kultur berbeda dari pendahulu mereka. Di antaranya pandemi yang membuat kultur kerja mereka bisa bergeser dari WFO ke hybrid atau WFA. Serta memilih pekerjaan yang sifatnya menunjang keberlangsungan hidup dan mental, tidak semata-mata untuk mendapatkan gaji.
Hal tersebut menjadikan umur pekerjaan mereka bisa sangat singkat di sebuah perusahaan dan berpengaruh pada stabilitas penghasilan. Tentu saja hal ini tak terelakkan dan bukan jadi salah mereka, karena merupakan dampak dari pembangunan sebelumnya.
Harga properti tak sebanding dengan penghasilan
Ada pula efek tersebut berpengaruh pada harga properti yang makin tidak sebanding dengan pendapatan anak-anak muda tersebut. Kendati pembelian kopi harian dalam setahun kalau dikumpulkan mungkin bisa jadi cicilan KPR, tetapi tetap tidak sebanding dengan tanggungan sebagian besar yang masih menjadi generasi sandwich.
Dengan tekanan finansial seperti ini, banyak yang menghindari cicilan KPR. Pada akhirnya prioritas mereka yang paling mungkin tercapai adalah untuk jangka pendek atau yang paling perlu terpenuhi di hari ini. Seperti biaya sehari-hari, transportasi atau pendidikan. Generasi muda juga mengeluhkan properti yang banyak dicaplok oleh kalangan boomer sehingga harganya jadi makin tidak terjangkau di pasaran.
Untuk itulah kendati tetap menghimbau para generasi muda, pemerintah juga menampung aspirasi dan kondisi di lapangan dengan mengusahakan adanya program sejuta rumah sejak 2021. Selain itu juga ada beberapa program seperti Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Program Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) dan Program Kredit Kepemilikan Rumah Subsidi Selisih Bunga (KPR SSB).
BACA JUGA: Video Ayah Lansia Memelas, Tak Mau Diserahkan ke Dinsos oleh Anak-anaknya
Program tersebut untuk membantu meringankan MBR atau Masyarakat Berpenghasilan Rendah agar memiliki daya mewujudkan rumah impian mereka. Namun tentu saja untuk mensukseskan hal ini, membutuhkan waktu dan adaptasi terhadap tren pembelian masyarakat dan kondisi ekonomi yang sangat fluktuatif sejak pandemi lalu.