Jakarta, 13 April 2023 – Arsjad Rasjid selaku Ketua Kadin Indonesia dan ASEAN Business Advisory Council (ASEAN-BAC) melihat bahwa beberapa harga bahan pokok masih relatif stabil menjelang lebaran. Pada Maret 2023, inflasi bahan makanan mengalami penurunan menjadi 5,72% dari yang sebelumnya 7,39% pada Februari 2023. Arsjad berpandangan bahwa ini merupakan keberhasilan dari pemerintah dalam mengatasi inflasi kebutuhan pokok yang biasanya terjadi menjelang ramadan dan lebaran Idul Fitri.
“Kami sangat mengapresiasi langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah dalam menangani inflasi kebutuhan pokok menjelang lebaran,” kata Arsjad.
Harga Bahan Pokok Stabil, Pengusaha Optimis Untuk Menjamin Produksi dan Distribusi Jelang Lebaran
Arsjad Rasjid juga menyampaikan bahwa harga bahan pokok yang masih relatif stabil dan diharapkan akan terus stabil menjelang lebaran 2023.
“Presiden Joko Widodo dan Menteri Perdagangan sudah melakukan pengecekan secara langsung di pasar dan harga bahan pokok memang masih dalam kondisi stabil,” ujar Arsjad.
Arsjad juga mengingatkan sektor usaha terkait adanya kenaikan permintaan pada sektor usaha makanan dan minuman menjelang lebaran.
“Sektor makanan minuman permintaannya akan cenderung naik. Untuk itu dunia usaha yang bergerak pada sektor ini perlu menjamin ketersediaan produk dengan melakukan pendistribusian ke seluruh wilayah secara merata,” tambah Arsjad.
Penanganan Inflasi Kebutuhan Pokok Sesuai dengan Isu Prioritas Food Security ASEAN-BAC
Lebih lanjut, Arsjad Rasjid mengaitkan upaya pemerintah dalam menangani inflasi dan ketersediaan kebutuhan pokok dengan konsep ketahanan pangan yang sedang digaungkan oleh ASEAN-BAC.
“Upaya pemerintah dalam menangani inflasi dan ketersediaan kebutuhan pokok merupakan salah satu prioritas yang kami bawa dalam isu ketahanan pangan dalam ASEAN-BAC,” ujar Arsjad.
Sebagai Ketua ASEAN-BAC tahun ini, Indonesia ingin memperkuat kerja sama antar negara ASEAN dalam hal peningkatan produktivitas berbagai bahan alternatif pangan seperti sorgum, padi, jagung, kedelai, dan komoditas lainnya untuk memastikan ketersediaan pangan. Ketahanan pangan dianggap tidak aman ketika pasokan pangan tidak mencukupi untuk memenuhi permintaan masyarakat. Kondisi ini dapat mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi dan inflasi yang tinggi.
Penyebab terjadinya krisis pangan bermacam-macam meliputi perlambatan produksi pangan dan faktor alami seperti situasi iklim, serta tantangan geopolitik seperti konflik politik, perang, embargo atau sanksi perdagangan antar negara yang dapat mengganggu pasokan pangan dan infrastruktur yang terkait dengan produksi dan distribusi pangan.
ASEAN-BAC mendukung ASEAN Integrated Food Security Framework (AIFS) yang lebih diperkuat melalui dorongan strategis 2021-2025 untuk mempromosikan pasar makanan yang kondusif dan perdagangan dengan fokus yang lebih besar pada UMKM dan teknologi pertanian..
Program Inclusive Closed-Loop Model untuk Produk Pertanian yang Berkelanjutan
Arif Rachmat, selaku ASEAN-BAC Food Security Policy Manager dan Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pertanian menyatakan bahwa ASEAN-BAC ingin mendorong peran sektor swasta dan pemangku kepentingan lain untuk pemberdayaan petani melalui kemitraan di ASEAN.
“Untuk Indonesia sesuai arahan Presiden Joko Widodo, kami ingin mengembangkan produk pertanian sesuai dengan spatial advantages wilayah di Indonesia. Pengembangan ini kami lakukan dengan model Inclusive Closed-Loop, yaitu ekosistem melalui peran multi-pihak yang membantu petani dalam mendapatkan akses yang dibutuhkan,” ujar Arif.
ASEAN-BAC pada tahun ini membawa program Inclusive Closed- Loop Model untuk produk pertanian. Di Indonesia, program ini telah diimplementasikan di beberapa tempat dan komoditas. Contohnya di Garut, petani hortikultura di satu koperasi mampu mencapai total produktivitas panen hortikultura sebesar 35,9 ribu kilogram per hektar, meningkat produktivitas sekitar 12-15% melalui model ini.
“Model ini ingin akan kita integrasikan di seluruh ASEAN. Negara seperti Filipina telah menerapkan model yang sama untuk mentransformasi pertanian pada komoditas pertanian primer seperti padi, kelapa, tembakau, kopi, kakao, tebu, dan lainnya dalam program Kapatid Angat Lahat Agri Program (KALAP). Bayangkan jika seluruh ASEAN mampu mengadopsi model pertanian seperti ini,” tutup Arif.