Gen Z yang lahir di era media sosial agaknya akan kembali mendorong terbentuknya kultur lama, yakni memiliki dumb phone. Yakni ponsel dengan fitur standar yang cukup untuk berkomunikasi telepon atau berkirim pesan.
Hal ini rupanya sebagai ungkapan jenuh pada media sosial yang melelahkan bagi mereka. Seperti sudah kita bahas di muka, generasi yang lahir di era smartphone ini memang terbilang akrab dengan digitalisasi sejak dini. Namun hal ini tak serta merta membuat mereka merasa nyaman.
Generasi Z memang menjadi angkatan yang akan peduli dengan keberlangsungan lingkungan serta sustainabilitas. Hal ini karena saat mereka tumbuh dan melihat dunia, pembangunan, hubungan sosial dan tingkat stres terasa ‘mencemari’ kehidupan. Generasi ini merasakan pekatnya polusi, permasalahan hubungan antar manusia dan peningkatan kasus mental health akibat pembangunan dan dampak kemajuan sebelumnya.
Mungkin saat ini belum banyak gen Z yang berhasil menemukan jalan keluar untuk menyisihkan smartphonenya. Namun di Amerika, lain cerita. Saat ini brand legendaris seperti Nokia, kembali beken dengan model-model ponsel yang tenar di era 2000an awal.
Ponsel ini hanya memiliki fitur terbatas seperti telepon dan kirim pesan. Kemudian aplikasi standar semacam alarm, games dan browser simple. Produksi ponsel ini bukan hanya dari prediksi terhadap perilaku konsumen dari Amerika, tetapi juga bagaimana pergeseran ini juga terasa di sebagian Timur Tengah, India dan Afrika.
Terjadi peningkatan penjualan dumb phone di beberapa bagian dunia tersebut, seiring dengan keinginan pada gen Z untuk memperbaiki kondisi kesehatan mental mereka. Hal ini bukan kemudian membuat produsen ponsel akan memproduksi telepon genggam yang anti teknologi, tetapi membuat fiturnya juga lebih sesuai dengan kebutuhan konsumen masa kini.
Pada awal 2000-an, generasi milenial memiliki privillege merasakan era telepon dengan berbagai bentuk dan fitur. Tidak seperti era smartphone yang modelnya serupa, kala itu kita bisa menemukan ponsel dengan model flip, slide atau ponsel batang standar. Bila hari itu generasi muda merasakan kemajuan, saat ini gen Z menginginkan ‘rejuvenasi’.
Gen Z cukup banyak mempengaruhi perilaku pasar dan juga digital dengan perubahan-perubahan. Seperti bekennya kembali berbagai nostalgia lagu city pop atau musik lawas, keinginan untuk membeli produk yang sadar lingkungan, hingga keinginan untuk kembali membaca buku fisik.
BACA JUGA: Skena Adalah Istilah Gaul yang Sedang Viral, Ini Artinya
Kejenuhan akan screen time ini memang berpengaruh pada banyak generasi muda, termasuk di Indonesia. Menurut penelitian, dengan melatih diri mengurangi durasi screen time kita, bisa mereduksi stres akibat konsumsi internet yang berlebihan.