Selama ini, kita sering mendengar kisah miris dari guru honorer. Mulai dari gaji yang tiris, hingga penantian pengangkatan dengan kesabaran yang kembang kempis.
Kisah dari Ahmad Jamaludin ini cukup menjadi penggebrak semangat, meski bagaimanapun nasib guru honorer tetap perlu mendapat kepastian. Namun yang namanya jadi manusia, dalam hidup pasti ingin ada pencapaian kan?
Sempat bangun SMP Terbuka, tetapi terhenti
Ahmad adalah seorang guru honorer untuk sekolah dasar. Kendati bergaji pas-pasan, Ahmad Jamaludin tergerak hatinya untuk membantu murid-muridnya bisa lanjut sekolah. Hal ini karena sepanjang 10 tahun ia menjadi guru SD sejak tahun 2004, seringkali harus turut patah hati melihat siswanya tak bisa lanjut ke bangku SMP.
Atas kondisi tersebut, ia sempat berinisiatif membuat SMP Terbuka untuk menjembatani kebutuhan siswa kurang mampu. Namun sayang, setelah bisa menampung sekitar 200 siswa, perjalanan kebaikan ini tak lama, karena ia pergi merantau ke beberapa kota.
Menemukan passion di bidang bisnis sapu ijuk
Dalam perantauan inilah, ia bertemu dengan bisnis sapu ijuk. Kendati sederhana, ternyata ia mempelajari potensi yang luar biasa dari sapu ijuk. Dari usaha ini Ahmad mencoba merintis kembali harapan yang bisa menjangkau banyak orang, termasuk siswa siswi dan rekanan gurunya itu.
Karena ternyata berpeluang menghasilkan pendapatan yang besar, ia mencoba menekuni usaha kecil ini. Keuletan tersebut berbuah manis, karena perlahan tapi pasti, ia bisa menghasilkan dari barang rumah tangga sederhana tersebut. Pembelinya berdatangan dari berbagai kalangan. Selain itu, juga berhasil mengangkat derajat perekonomian keluarganya menjadi lebih baik.
Kembali mendirikan sekolah gratis meski sederhana
Dari sini, keuntungan yang ia dapatkan juga kembali menyambung asa dari niat baiknya di masa lalu. Ahmad Jamaludin kembali mendirikan SMP Terbuka pada tahun 2020 bernama SMP IT Pancuh Tilu yang berlokasi di Desa Jayagiri.
Meski dengan fasilitas seadanya, tetapi gerakan ini tak bisa kita pandang sebelah mata. Sebab sekolah ini menjadi harapan bagi mereka yang hampir putus asanya untuk menyambung mimpi. Entah murid yang ingin melanjutkan pendidikannya, atau guru yang ingin mendedikasikan diri sambil menjaga dapur tetap mengepul.
Lantas dari mana biaya sekolah gratis ini?
Bangunan sekolah ini memang kecil dan jauh dari ideal. Ada 4 ruangan, berupa 3 kelas dan 1 ruang guru. Dalam kelas hanya berbekal kursi plastik. Di ruang guru bahkan lebih banyak lesehan. Dengan demikian, jangan membayangkan sekolah gratis ini mendekati bayangan tentang tempat menuntut ilmu seperti standarnya.
Sebagian besar biaya sekolah menggunakan dana BOS. Sementara pengeluaran lainnya berasal dari Ahmad sendiri. Kendati demikian, hingga hari ini sekolah tersebut tetap berdisi.
Banyak orang yang memiliki kemampuan, tetapi belum tentu ada keinginan mulia seperti Ahmad Jamaludin. Ada guru honorer yang heroik seperti dirinya, tetapi bukan berarti kita bisa memaksakan para pahlawan pendidikan ini untuk melakukan hal yang sama.
BACA JUGA: Ketika Naik Taksi Blue Bird, Tenyata yang Nyetir CEO-nya Langsung!
Masih banyak PR dunia pendidikan, baik dari segi kurikulum, SDM dan sarana prasarananya. Namun salut dengan kegigihan Ahmad Jamaludin, kendati dalam keterbatasan, tetapi melalui dirinya sanggup menjalankan amanah yang mencerdaskan anak-anak bangsa.