Walaupun sudah bukan jaman penjajahan, tetapi kabar mengenai kelakuan bule di beberapa destinasi wisata Indonesia terbilang meresahkan. Mulai dari melanggar aturan lalu lintas, aturan administrasi, bahkan sempat mendiskreditkan warga setempat.
Bagi kota atau daerah yang menjadi destinasi wisata, kedatangan turis asing memang menjadi berkah. Namun bisa bikin gerah kalau mereka malah membawa masalah. Untuk mengatasi ini, Gubernur Bali, I Wayan Koster menyampaikan akan mengadakan peraturan tentang melarang turis asing sewa motor.
Selain itu, juga telah menyampaikan surat ke Kemenkumham dan Menlu untuk mencabut kebijakan Visa on Arrival. Hal ini salah satunya adalah imbas dari turis nakal dari beberapa negara konflik, seperti Rusia dan Ukraina.
Namun, apakah kebijakan ini efektif? Berikut ini ulasannya.
Banyaknya unggahan medsos tentang tingkah bule tidak tertib
Sejak pukulan pandemi, pemerintah memang membuka keran pariwisata dan melonggarkan beberapa aturan. Tujuannya adalah demi menjaga kesinambungan ekonomi dan usaha dari warga lokal. Namun, hal ini ternyata juga tak henti-hentinya mencuatkan masalah baru.
Di antaranya berupa pelanggaran lalu lintas oleh turis asing di jalan raya. Hal ini bukan yang pertama atau terjadi di masa pandemi. Bali memang memiliki permasalahan ini sebelumnya. Namun lama kelamaan hal ini makin tak terkendali, sehingga salah satu pegiat di tanah tersebut, Niluh Djelantik, geram dan angkat suara.
Ia mempertanyakan di mana harga diri bangsa, sehingga warga negara asing bisa melanggar dan bertingkah seenaknya. Cuitan ini juga mendapat dukungan dari banyak netizen. Di antaranya memang warga setempat yang juga gerah karena tindakan pelanggaran ke warga asing seringkali lebih melempem dibanding ke warga lokal.
Perda Gubernur Bali larang turis asing sewa motor
Setelah beberapa hari berselang, akhirnya Gubernur Bali, I Wayan Koster, menyebutkan bahwa dirinya akan merilis Perda (peraturan daerah) terkait maraknya pelanggaran ini. Ada dua jenis peraturan yang sedang ia usahakan, di antaranya adalah melarang turis asing untuk sewa motor.
Kebijakan ini berangkat dari banyaknya laporan dan keluhan tentang bule yang tidak memakai helm, menyetir dengan ugal-ugalan atau pakai plat nomor seenaknya. Plat nomor yang mereka gunakan kadang tidak mencantumkan nomornya, melainkan nama orang. Kurang lebih ada 171 laporan pelanggaran lalu lintas oleh turis asing sejak Februari hingga Maret 2023. Itu pun kadang pelanggar lebih galak pada polisi.
Peraturan ini, menurut I Wayan Koster, baru sekarang bisa mulai direalisasikan, sebab kondisinya sudah lebih memungkinkan untuk membenahi keadaan. Bila sebelumnya masa pandemi, agak sulit bila ingin meregulasi terlalu ketat karena bisa menghambat pemasukan warga setempat. Selain itu jumlah turis yang datang pun tidak banyak.
Ini merupakan upaya untuk mengendalikan efek samping dari pembukaan keran pariwisata ini. Meski butuh mendongkrak perekonomian, tetapi juga perlu bersikap tegas pada pelanggaran yang mereka lakukan. Sebagai gantinya, para turis asing yang butuh kendaraan, wajib menyewa mobil atau kendaraan travel.
Cabut Visa on Arrival
Selain masalah ketertiban lalu lintas, persoalan lain adalah seputar legalitas visa turis. Banyak yang datang ke Bali dengan tujuan menjadikan Pulau Dewata ini seperti ‘inang’ alias tinggal dan bekerja di sini, tapi tidak sesuai aturannya.
Beberapa laporan pekerjaan dan status yang ilegal di antaranya cukup banyak oleh turis dari Rusia dan Ukraina. Rupanya, hal ini berkaitan dengan kondisi kedua negara yang sedang perang. Walhasil, mereka berbondong-bondong ke Bali untuk mencari kehidupan yang lebih aman. Namun hal ini mereka tempuh dengan menggunakan visa turis.
Padahal pada kenyataannya, para turis ini juga bekerja dan hidup di sini. Bahkan di antaranya ada yang membeli KTP palsu dengan harga yang lumayan, yakni sekitar IDR 31 juta. Ia terpaksa melakukan itu karena menghindari situasi perang.
Kebijakan yang masih timbulkan pro dan kontra
Meski sudah mengusahakan kedua kebijakan ini, tetapi masih ada anggapan bahwa Perda tersebut perlu tinjauan ulang, Sebab bila melakukan pukul rata dengan melarang WNA menyewa motor, hal ini bisa berdampak pada pelaku usaha persewaan yang sudah menginvestasikan aset mereka berupa motor dalam jumlah banyak.
Selain itu, kondisi jalanan Bali yang mayoritas adalah jalan kecil sehingga bisa menyebabkan macet bila banyak kendaraan besar. Hal ini merupakan pendapat dari Niluh Djelantik usai mendengar kabar kebijakan Gubernur Bali. “Basmi tikusnya, jangan lumbungnya,” ujar Niluh Djelantik.
Maksudnya agar alih-alih membuat peraturan yang bisa berdampak rugi pada warga lokal, lebih baik mengevaluasi aturan dan menerapkannya pada rental motor. Sehingga mereka memiliki tanggung jawab, sekaligus wewenang untuk menjaga ketertiban penggunaan motor oleh para bule ini.
Anjuran untuk lebih tegas dalam peraturan dan menindak memang ada benarnya. Sebab beberapa kali bule terlihat lebih garang pada polisi kita. Hal ini menyulut kemarahan netizen yang merasa harga diri bangsanya ‘terjajah’ kembali. Bahkan tak sedikit yang mengusulkan langsung deportasi saja para turis asing yang merugikan warga setempat.
Melahirkan aturan baru mungkin bisa menjadi solusi, tetapi memang perlu meninjau efek sampingnya. Di samping itu, sebenarnya aturan baru hanya akan jadi angin lalu, bila ketegasan penegaknya sendiri juga masih powerless. Bagaimana menurut kalian?