Warganet menyoroti salah seorang food vlogger bernama Magdalena yang potongan videonya tersebar di media sosial. Dalam tayangan tersebut, ada pernyataan yang menyebutkan dirinya merasa kurang dihargai sebagai food vlogger karena diperlakukan sama oleh sebuah restoran. Padahal ia sudah menunjukkan bahwa dirinya memiliki sejumlah follower yang ‘tak ternilai’ harganya.
Video tersebut kemudian ramai mendapat kritik dari netizen, karena seperti meminta makan gratisan dengan ‘barter’ jumlah follower. Apalagi di tengah kondisi perekonomian masih belum stabil dan banyak UMKM, termasuk di bidang kuliner, yang sedang berusaha survive.
Food vlogger atau food reviewer memang merupakan salah satu profesi baru dalam beberapa tahun terakhir. Peminatnya juga makin menjamur karena caranya cukup mudah, yaitu dengan mencoba makanan.
Namun di era marketing digital ini, beberapa reviewer dan endorser di bidang apapun, seperti itu kuliner, pariwisata dan kecantkan, nampaknya belum memahami bahwa jumlah followers bukan satu-satunya faktor yang bisa membuat profesi mereka berdampak. Bagaimana maksudnya? Simak penjelasan di bawah.
Pernyataan food vlogger yang membuat netizen kesal
Ada 3 pernyataan yang membuat kritik terhadap video tersebut meliar. Pertama adalah ketika Magdalena menyebutkan jumlah followernya pada pemilik restoran. Kedua, ketika mengatakan bahwa jumlah followersnya ini tak ternilai dan mempertanyakan memangnya resto tersebut bisa membayar dia berapa. Terakhir adalah karena dirinya sedih profesinya seperti tidak berkelas.
Hal ini menyebabkan muncul banyak asumsi bahwa Magda sebagai food vlogger merasa layak mendapat perlakuan istimewa dan juga digratiskan saat makan di rumah makan itu. Dengan kata lain, banyak yang berpikir ia ingin bartermakanan dengan eksposur yang tampak kurang fair. Selain menjadi viral di Twitter, akun Instagramnya juga mendapat serangan dan sindiran dari netizen.
Samuel Christ yang menjadi host di podcast yang mengundang Magdalena, akhirnya memberikan klarifikasi bahwa ini semua salah paham. Samuel menjelaskan kalau tamunya saat itu bicara dalam konteks ingin membantu dalam memberikan promosi gratisan. Oleh karena itu, ia menunjukkan jumlah followers karena pelaku UMKM kuliner mungkin belum mengenal dirinya sebagai food reviewers.
Selain itu, Samuel juga mengatakan kalau Magda sebenarnya selalu memberikan inisiatif pembayaran dalam membeli makanan. Sebagai host, ia sendiri meminta maaf pada Magda dan publik atas kesan negatif yang muncul dari videonya tersebut.
Belajar dari sang legenda kuliner
Sayangnya, bola salju sudah terlanjur menggelinding. Sebab lepas dari video tersebut, ternyata banyak juga pengakuan netizen yang pernah punya pengalaman kurang menyenangkan dengan food vlogger lainnya. Ada yang ‘memaksakan’ kerja sama, hanya ingin makanan gratisan, tidak paham etika penawaran kerja sama dan bahkan mendapat omongan kasar.
Hal ini kemudian membuat beberapa nama yang sudah lebih dulu menjajaki dunia review kuliner kembali melejit. Di antaranya adalah Alm. Bondan Winarno yang terkenal dengan jargon ‘maknyuss..’.
Boleh dibilang, beliau adalah pelopor konten wisata kuliner saat itu. Karena penayangannya di televisi, prosedur reviewnya sudah tertata dan tampak menggugah selera meski tidak neko-neko. Gaya makan yang tetap sopan, bersih dan komentar tentang makanannya juga mudah dimengerti oleh penonton.
Tak hanya itu, banyak cerita berkesan mengenai pertemuan pengusaha kuliner dengan Pak Bondan yang berkesan. Sebab dalam melakoni aksinya, pembawaan beliau memang sopan tapi tetap santai.
Setelah itu, muncullah generasi baru seperti Benu Buloe, Nex Carlos hingga Ria SW. Saat ini, profesi food vlogger dan reviewer memang tak terhitung jumlahnya. Bahkan semakin banyak pilihan, sehingga kadang memang ada yang belum benar-benar dikenal netizen kendati followersnya jutaan.
Cara menjadi food vlogger profesional
Food vlogger adalah profesi yang sangat menjanjikan. Dengan review makanan, kita bisa mendapatkan penghasilan. Namun memang ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan sebelum merasa bisa menghasilkan uang dengan aset followers dan popularitas. Berikut ini di antaranya.
Pertama, kita perlu membangun konten, trust dan awareness secara organik. Hal ini mungkin butuh waktu dan uang. Namun bila kita niatkan, maka orang-orang yang memang jadi target market dan audience kita, bakal terbentuk.
Kedua, followers dan engagement rate yang aktif. Komponen ini saling berkaitan, sebab pengikut yang membludak tapi tidak aktif di semua postingan, hampir sama saja seperti ‘kuburan’. Bahkan kini, engagement rate bisa kita hitung menggunakan tools tertentu. Sehingga memudahkan kita melihat potensi dampak yang bisa kita tawarkan ke klien.
Ketiga, miliki SOP kerja sama yang baik. Di antaranya adalah membekali diri dengan proposal kerja sama dan rate card harga yang tertata. Memang agak sedikit repot, tetapi bisnis adalah bisnis. Ketika tidak melihat ada ‘kepastian’ klien enggan mempercayakan uangnya untuk membayar kita.
Terakhir, selalu awali dan akhiri kerjasama dengan etika yang baik. Belajar komunikasi dengan klien menggunakan bahasa yang sesuai dengan level UMKM. Misalnya pendekatan pada UMKM menengah atau yang baru merintis karir, tentunya menggunakan bahasa yang lebih mudah dipahami. Dan klien yang lebih advance, umumnya perlu tingkat bahasa yang bervariasi pula.
Kerjasama tentunya berasaskan pertukaran yang saling menguntungkan. Sebaiknya juga kita mulai dengan rendah hati dan fokus untuk profesional, sekalipun salah satu pihak punya dampak lebih besar.