Belakangan ini beken istilah kemiskinan struktural yang menimpali statement orang-orang berprivilege yang membahas tentang kesuksesan, kesehatan atau bahkan pendidikan.
Meski di era digital ini peluang kerja dan kemapanan ada di mana-mana, tetapi tidak semua warga dengan ekonomi rata-rata ke bawah, bisa menggapainya. Sedangkan mereka yang memang kaya dari lahir, bisa dengan mudah menaiki tangga menuju cita-citanya.
Hingga hari ini, bahasan kemiskinan struktural sebagai faktor penentu sukses atau tidaknya seseorang masih jadi perdebatan. Memangnya apa sih itu? Ini penjelasannya.
Memahami arti kemiskinan struktural
Kemiskinan struktural merupakan kondisi golongan masyarakat miskin akibat kondisi sosial struktural di atas atau sebelum mereka. Dengan demikian, karena kondisi mereka yang sulit berubah, menyebabkan kelompok ini sulit berkembang secara finansial dan ekonomi.
Kondisi sosial tersebut misalnya adalah aspek gizi dan kesehatan yang tak terpenuhi, akses pendidikan yang sulit atau terbatas, kondisi keluarga, pola asuh hingga lingkungan pertumbuhannya.
Miskin secara struktural sebenarnya hanya satu jenis dari 4 teori kemiskinan yang ada. Jenis lainnya adalah kemiskinan relatif, kemiskinan kultural dan kemiskinan absolut.
Ciri-ciri kondisi ini
Ada beberapa tanda atau ciri di mana sebuah kelompok masyarakat tergolong ke dalam kondisi miskin secara struktural. Di antaranya adalah ketika mereka tidak mengalami grafik mobilitas sosial yang vertikal alias kondisi kemiskinan yang cukup panjang. Oleh karena itu sering terdengar istilah, yang miskin akan tetap miskin.
Yang kedua adalah ketika kelompok masyarakat tersebut mengalami ketergantungan pada kelompok ekonomi di atasnya. Di mana kalangan atas tersebut menguasai sebagian besar akses seperti sumber daya alam dan fasilitas hidup lainnya.
Faktor penyebab kemiskinan struktural
Dari ciri di atas, kita bisa menduga bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi ini adalah adanya dominasi atau penguasaan fasilitas masyarakat oleh kalangan tertentu. Sehingga mau tidak mau, golongan di bawahnya akan mengalami ketergantungan dan kesenjangan di berbagai aspek.
Misalnya akses kesehatan yang tidak memadai, sehingga mengalami kondisi gizi buruk, pendidikan yang kurang berkualitas atau bahkan tidak terjangkau dan lain sebagainya. Kesenjangan ini nantinya akan berdampak pada generasi berikutnya dan seterusnya. Karena itu disebut sebagai struktural.
Apakah bisa keluar dari kemiskinan struktural?
Banyak orang beranggapan, dengan usaha yang kuat seperti belajar keras, mencari pekerjaan dengan standar penghasilan yang bagus, bisa memperbaiki keadaan. Namun tentu saja, kondisi sistemik ini tidak mudah terpatahkan oleh segelintir orang yang berhasil bangkit dari kemiskinan struktural tersebut.
Hal ini bisa memunculkan kondisi lain seperti generasi sandwich. Di mana mereka mungkin menjadi yang paling mampu menopang kondisi keluarganya, tetapi juga sulit mengembangkan kondisi karena terhimpit untuk membiayai kebutuhan hidupnya sendiri dan keluarga besarnya.
BACA JUGA: Uangnya Tak Habis-habis untuk Wakaf, Inspirasi Ibu Pengusaha yang Bosan Kaya
Itulah gambaran mengenai kondisi kemiskinan struktural yang memang banyak di Indonesia. Penting untuk memahami hal mendasar seperti ini, karena bisa menjadi dasar untuk berempati terhadap kondisi sosial yang kita alami bersama. Serta melakukan usaha-usaha yang bisa meminimalisir dampak dari hal tersebut.