Menjelang pemilu tahun ini boleh dibilang ramai akan swing voters. Sebuah sebutan yang digunakan banyak netizen masa kini untuk melabeli mereka yang masih belum benar-benar menentukan siapa yang mau dicoblos.
Fenomena menuju pesta demokrasi tahun ini boleh dibilang memang cukup seru, meski tetap ada pro dan kontra serta aksi para buzzer. Yang menarik adalah di mana anak muda gen Z dan milenial sudah mulai lebih aware dan concern dengan hak pilih dan pilihan politik mereka.
Setiap masa pemilu, akan ada istilah swing voters. Namun sebagaimana perkembangan teknologi digital, gaung swing voters belakangan ini makin kencang. Ya, hal ini dipengaruhi oleh pilihan politik yang boleh dibilang cukup variatif tahun ini.
Apa itu swing voters?
Swing voters merupakan pemilih yang masih bisa berubah arah pilihan politiknya. Dinamika perubahan tersebut juga bisa terjadi karena perkembangan jelang pemilu seperti adanya debat capres dan cawapres, pengemukaan visi misi, atau perkembangan lain selama masa kampanye.
Tidak ada kategori khusus dari jenis pemilih ini. Mereka bisa saja berasal dari generasi manapun, bahkan pemilih pemula yang sudah mempertimbangkan calon pemimpin masa depan bangsa mereka. Apalagi saat ini milenial dan gen Z sebagian sudah sangat kritis terhadap berbagai isu seperti isu sosial, lingkungan hingga ekonomi.
Sebagai contoh, kini banyak warga yang sudah mulai jengah dengan batasan usia untuk melamar kerja. Tentu saja hal ini menjadi salah satu pertimbangan bila ada pasangan calon yang bisa mendengarkan aspirasi tersebut.
Calon suara yang sangat menentukan
Di samping buzzer dan timses, swing voters inilah yang sangat menjanjikan dalam pemungutan suara nanti. Mereka yang independen dan tidak memihak, tetapi mencari mana pilihan paling efisien untuk jangka waktu panjang di depan.
Ada beberapa faktor yang bisa menentukan perubahan pilihan mereka. Yang pertama adalah media sosial sebagai jalur distribusi informasi dan promosi yang hampir tak terbatas. Itulah juga mengapa, ada buzzer dan influencer yang diajak berkolaborasi oleh para pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam kampanye mereka.
Sebab keduanya bisa membangun social orchestra yang mengundang warganet untuk merespon, dengan harapan ada sentimen positif netizen umum yang terjaring dari situ.
Faktor kedua adalah rekam jejak dari pasangan capres dan cawapres. Apakah selama ini punya catatan hitam dan putih yang krusial dan akan berpengaruh pada gaya kepemimpinan di depan. Termasuk siapa saja yang digandeng atau menaungi mereka.
Faktor ketiga adalah visi misi yang dibawa. Pemilih masa kini nampaknya tidak kalah serius memperhatikan janji-janji yang ditawarkan oleh para paslon. Apalagi generasi muda sekarang sudah banyak yang lebih kritis dan luas pandangannya. Seberapa realistis dan masuk akal bagi para pemilih, maka itulah yang kemungkinan akan memenangkan suara para swing voters ini.
Swing voters menunjukkan harapan
Walaupun masih belum menentukan pilihan mereka, tetapi swing voters tahun ini memang menunjukkan harapan akan meningkatnya jumlah pemilih yang mau menggunakan suara mereka. Hal ini juga pernah disampaikan oleh beberapa lembaga survey, bahwa pada Pemilu tahun 2024, keinginan golput sudah lebih berkurang.
Peserta survey mulai banyak yang ingin menggunakan hak pilih, di samping makin banyak juga gen Z yang cukup umur di periode Pemilu ini. Hasil survei Litbang Kompas periode Januari 2023 misalnya, mencatat bahwa hanya 0,6% saja generasi ini yang mau golput. Jumlah ini bahkan lebih rendah dari gen Y hingga boomer yang mencapai 1-1,3%.
BACA JUGA: Mengenal Tone Deaf dan Contohnya dalam Kehidupan Sosial
Sebaiknya memang tidak golput dalam pemilu kali ini. Sebab selain pasangan calon sudah nampak jelas arah politiknya, suara kita juga akan sangat menentukan kemajuan bangsa ini 5 tahun ke depan.