Sebuah akun platform X membahas pembalut reject dan membuat banyak orang terkejut karena produk ini dijual di ecommerce. Lebih jauh lagi, ternyata memang ada marketnya.
Namun adanya fakta ini juga membuka mata, karena beberapa netizen akhirnya memberikan edukasi bagaimana fenomena Period Poverty atau kemiskinan menstruasi. Bahkan ternyata masih banyak juga yang awam dan tidak mengira bahwa kebutuhan seperti pembalut dan jenis sanitary pads lainnya, ternyata bisa menjadi barang mewah bagi banyak wanita di dunia, termasuk Indonesia.
Pembalut reject bukan barang bekas

Saat seorang netizen menanyakan tentang apakah pembalut reject tersebut memang benar-benar dijual di toko online, gambar yang digunakan memang terlihat seperti pembalut rusak sehingga terkesan kotor. Namun ternyata, pembalut tersebut adalah reject karena mengalami defect atau ketidaksempurnaan hasil produksi.
Awalnya, banyak netizen yang merasa kaget dan jijik karena tampilannya seperti bekas. Mereka mengira bahwa pembalut seperti ini sudah digunakan, tetapi dijual kembali. Netizen lain akhirnya menjelaskan bahwa itu bukan barang bekas, melainkan hasil produksi yang defect dan dikemas ulang dengan harga yang lebih murah meriah. Dari sini, kemudian banyak yang baru memahami adanya period poverty.
Period poverty juga ada di Indonesia
Melihat bahwa barang tersebut dijual di Indonesia, netizen lain berbagi pengetahuannya bahwa kondisi ini terjadi karena adanya period poverty. Yakni keterbatasan/kemiskinan perempuan untuk mendapatkan pembalut maupun sanitary pads yang layak dan umumnya bisa kita beli di minimarket.
Bagi mereka yang kondisinya mengalami kemiskinan menstruasi ini, tidak perlu pembalut bermerk. Selama bisa menahan cairan dan tidak tembus saja sudah bagus. Sementara kita tahu bahwa di luar sudah banyak inovasi pembalut, mulai dari yang lebih tipis, lebih tebal, dengan sayap, dengan sensasi dingin dan banyak lagi yang lebih nyaman. Namun demikian harganya yang bagi kita masih ‘normal’ ternyata bagi beberapa kalangan masih menjadi barang mewah.
Masih tabu membahas period poverty dan pembalut reject
Mengapa banyak yang tidak mengetahui kondisi ini? Karena ternyata bahasan ini masih kerap dianggap tabu. Padahal, begitu banyak hal krusial yang perlu ditangani dan masalah yang bisa dicegah andai lebih banyak yang aware terhadap hal ini.
Kemiskinan menstruasi ini kerap terjadi karena permasalahan kemiskinan, di mana perempuan sangat berjuang untuk bisa memenuhi kebutuhan pokok keluarganya, sementara juga harus memperhatikan kebutuhan haid bulanan tersebut. Akibat dari kondisi ini, tidak sedikit yang bisa mengalami permasalahan kesehatan, kehamilan tak diinginkan, merebaknya stigma tentang menstruasi, hingga masalah keharmonisan rumah tangga.
BACA JUGA: Isu Galon Isi Ulang Berbahaya dan Persaingan Air Mineral Bikin Galau Warga
Kendati sempat bikin netizen awam geleng kepala, viralnya pembalut reject ini juga menjadi toa yang menggaungkan topik period poverty pada generasi masa kini dan perempuan lainnya.