Sudah bukan rahasia kalau produk Tupperware sempat merajai segmen wadah makanan di dunia, salah satunya Indonesia. Namun kabarnya, perusahaan ini tengah terancam bangkrut.
Kondisi perekonomian global saat ini memang sedang tidak baik-baik saja. Ditambah dengan adanya persaingan ketat dengan produk-produk baru lainnya yang secara material atau harga bisa jadi lebih kompetitif.
Ada apa dengan Tupperware, produk kesayangan yang jadi harta karunnya para ibu ini?
Tupperware adalah aset berharga para ibu
Barangkali kita tidak asing dengan candaan dan meme seperti, ‘tutupnya aja hilang, kelar hidup lu.’ Hal ini merujuk pada betapa berharganya investasi wadah makanan ini bagi mayoritas para ibu. Bahkan kalau tutupnya hilang, lupa bawa pulang atau rusak, bisa-bisa dicoret dari KK.
Faktanya memang produk ini memiliki kualitas yang cukup trusted di kalangan rumah tangga. Selain fungsi, gengsi, juga bisa menjadi investasi. Fungsinya optimal sebagai wadah makanan, kedap udara dan cukup bisa menjaga kualitas makanan. Secara gengsi karena model, warna dan harga yang cukup kompetitif tapi juga mahal.
Investasi karena saking mahalnya, Tupperware ini konon bisa menjadi agunan pinjaman untuk kita gadaikan. Oleh karena itu, meski bagi kita biasa saja, produk ini tak jauh bedanya seperti koleksi perhiasan berharga bagi para emak.
Terguncang pandemi, anjlok karena inflasi
Beberapa faktor yang saat ini sangat berpengaruh pada ekonomi dunia adalah goncangan saat dan pasca pandemi, serta inflasi. Badai ini juga terjadi pada perusahaan yang sudah bercakram cukup dalam, seperti Tupperware yang bahkan sudah ada sejak 1946.
Saat ini, saham perusahaan tersebut sedang anjlok hingga 50%. Penyakit yang menggerogoti adalah adanya utang menumpuk dan penurunan penjualan. Di samping itu, beberapa pakar bisnis dan ekonomi melihat kemungkinan lainnya adalah kegagalan adaptasi pada kondisi saat ini.
Produk rumah tangga kecintaan dunia ini memang sudah lebih dari 70 tahun menjadi salah satu member di meja makan, wadah sajian atau bahkan kotak bekal banyak keluarga. Perusahaan telah mengalami jatuh bangun yang tidak sedikit, bahkan di awalnya mereka tidak laku di toko. Malah penjualan langsung melalui sebuah pesta lah yang membuat sistem marketing dan penjualan mereka berjalan sampai sekarang.
Kritik dari pakar ekonomi pada perusahaan Tupperware
Barbara Kahn, seorang Profesor bidang pemasaran dari Universitas Pennsylvania, meninjau dan mengkritisi sistem jualan langsung yang terjadi di perusahaan asal Amerika tersebut. Pasalnya, ia mengamati bahwa brand ini tidak segera mengikuti perubahan perilaku dan kondisi konsumen sejak serta setelah pandemi.
Tim Calkins dari Kellogg School of Business di Northwestern, juga memiliki pendapat yang tidak jauh berbeda. Ia meninjau bahwa inflasi dan pandemi tidak menjadi alasan penurunan performa perusahaan produk rumah tangga itu. Melainkan karena sistem penjualan yang tidak mengikuti perubahan konsumen dalam beberapa waktu, bahkan sebelum pandemi.
Tinjauan mudahnya adalah melihat bagaimana konsumen masa kini akan membandingkan dengan pesaing Tupperware yang kini lebih beragam, secara desain dan stok lebih menarik dengan harga yang bersaing. Sedangkan produk tersebut masih ‘mengeksklusifkan’ diri sehingga banyak orang akan mempertimbangkan opsi yang lebih sesuai dengan kondisi keuangan dan preferensi mereka.
Jawaban Tupperware Indonesia
Sementara itu Manajemen Tupperware Indonesia menampik ada nya kabar bahwa perusahaan mereka bangkrut. Kendati memang mengalami kesulitan dan adaptasi pada era digital marketing ini, Marketing Director at Tupperware Indonesia Frangky Purnomo Angelo, menyebutkan bahwa kabar kurang baik mengenai Tupperware yang beredar tidak untuk di dalam negeri. Malah kondisi penjualan Tupperware Indonesia sedang menunjukkan sinyal yang menggembirakan.
Pihaknya tetap mengusahakan untuk bertahan dan hal ini mendapat dukungan dari kondisi penjualan dan pelanggan setia selama ini. Hal ini memang tidak salah juga, karena Tupperware sudah menjadi salah satu produk top of mind salah satunya di Indonesia. Karenanya bahkan meme Tupperware dan emak-emak cukup populer di kalangan netizen kita. Salah satu strategi yang sedang dilakukan oleh Tupperware Indonesia saat ini adalah memasukkan strategi yang selaras dengan trend digital. Wah, mudah-mudahan hal ini menjadi secercah kabar baik bagi para fans brand Tupperware, terutama kalangan ibu-ibu.
BACA JUGA: Tiktoker Bule Sebut Tolak Angin Brand Terkuat Dunia, Saingi Tesla
Banyak perusahaan sedang diuji di momen inflasi, resesi dan pasca pandemi ini. Namun di samping itu, memang era yang sangat cepat berubah ini menuntut banyak perusahaan dan brand bisa lebih sigap beradaptasi. Bukan hanya pemain baru dari kelas start up, tetapi juga para unicorn dan perusahaan yang sudah berabad-abad berdiri.